Sabtu, 14 Oktober 2017

Lupa Akan Hadirnya Senja Kala Itu

ada yang hilang dari gugusan kata yang biasa kurangkai. ia telah bergegas menjadi entah apa. lalu pagi kehilangan sapaan, dan malam hanya menjadi tumpuan tidur. yang hilang menjadi entah sepertinya tak akan kembali, hingga aku takut; gugusan kata yang biasa kurangkai,
menjadi kehilangan arti. ajarkan aku tentang lupa.

lupa pada pagiku yang kau sapa, lupa pada hangatku yang kau beri, lupa pada malamku yang kau pijari. ajarkan aku tentang lupa, lupa pada baitku di pagimu, lupa pada waktuku menghabiskanmu, lupa pada dongengku di malammu. 

tetapi aku tidak menunggumu datang, 

aku telah belajar, di dalam harapan itu tersimpan kecewa yang dalam. maka lebih baik kubuang harapan itu jauh-jauh; agar jika kamu memang tak datang, kecewa tak akan menghampiriku.

duhai senja, jangan kau pergi tanpa hadirkan cinta, sungguh aku butuh dia.
duhai pemilik senyum manis, cepatlah hadir di hadapku sebelum senja ini habis. ketahuilah, sejak mentari terbit raga ini telah berhasil melewati jutaan detik
untuk menemui senja. 

namun, mengapa tak sedikit pun aku temui senyum manis mu diantara damai nya senja. duhai Senja, hari ini aku izinkan kau pergi meski dengan sedikit lara. datanglah esok dengan membawa sang pemilik senyum manis yang belum kunjung aku temui.






Senin, 09 Oktober 2017

Seruan Senja

Wahai sepertiga malam yang selalu kunikmati, hadirmu selalu diawali oleh datangnya senja hari. Waktu terdahsyat untuk mencari inspirasi. Waktu terhebat untuk merenung dan berekspresi. Senja selalu berada pada puncak rasa gila, melonjaknya endorfin dan adrenalin yang tiba-tiba. Tak kusangka aku mampu tersadar, dari linglungku yang samar-samar. Seperti mengajakku untuk berkelahi, melawan ego dalam diri. Oh nikmatnya, terluap semua di satu masa.
Kala itu aku mencoba menggaris bawahi langit gelap. Berharap kelak bintang akan lelah dan hinggap. Dari sana akan kucabangkan cita-cita. Bahwa asa tak harus sekecil biji semangka. Dia harus mampu bercabang banyak. Mampu berakar dan beranak pinak. Lalu kelak cita-cita itu akan menghasilkan benih baru. Sebuah warisan yang tak semurah kekayaan semu. Aku jelas tak mau jadi pengejar harapan. Aku empunya, aku membuat apa yang aku suka. Tentu dengan selayak dan sepantasnya. Tak mau pula aku menggengsikan diri. Harus begitu harus begini. Aku tak serepot itu, karena kesempurnaan bukan hal yang aku tuju.
Senja telah berseru, seperti apa yang kau telah baca. Lupa? Tengok kembali di atas sana. Aku selalu ragu bukan karena aku tak mampu. Tapi karena senja pernah mengajarkan ku: ragumu karena terlalu peduli pada orang lain lebih bermanfaat daripada yakinmu yang cuma untuk diri sendiri. Ya, aku tak mau jadi individualis garis keras. Mereka orang sakit, yang hidup hanya untuk kesenangan dan duit. Modal mereka cuma yakin, quote motivasi dan ego diri. Tak mau aku, aku tak sudi. Biar kelak senja yang menghakimi mereka. Sebijak senja yang pernah berseru.

Minggu, 08 Oktober 2017

Teman Segalanya


Dalam hidup, terkadang kita menemukan banyak hal yang dirasa kurang bersahabat. Kita sering mengatakannya “sial” dan atau “tidak beruntung”. Tapi kembali, seorang teman sejati, tidak peduli apakah kita jatuh dan terpuruk, dia akan tetap ada untuk kita. Baginya, kekurangan seorang teman adalah ladang amal, dan kelebihan seorang teman adalah ladang ilmu yang semuanya tentu bisa dipikul bersama.
Pertemanan bukanlah seperti prinsip “Mudah datang, dan mudah pergi“ Teman yang sejati, akan meninggalkanmu untuk memberi waktu agar kamu bisa menenangkan dirimu sendiri. Namun sewaktu dia jauh, dia akan tetap mendoakan yang terbaik untuk setiap kesulitanmu.
Well, semua cerita pertemanan takkan pernah sampai disitu saja. Dimasa berikutnya, teman akan terus memberi arti yang sangat berharga bagi kita. Jangan merasa sendiri setiap kali tak ada seorang pun disamping kamu. Mencari teman sejati memang bukan hal mudah, maka saat kamu mendapatkannya, jagalah dan jangan biarkan dia pergi.